Halo, apa masih dalam bentuk yang sama? Kurasa tidak, karena kurasa beberapa waktu yang lalu terdengar dirobek oleh yang kau gantungkan harap. Haha, sudahlah. Aku yakin kau kuat. Buktinya hingga detik ini, kau masih berfungsi dalam tubuhku, kan? Mensinkronisasikan jalannya pikiranku agar tak terlampau realistis yang mengakibatkan kesan aku tak lagi punya engkau, perasaan.
Sekarang, dengan apa lagi kita berhdapan? Seperti yang kutahu, orang yang kini dihadapi adalah orang yang sangat gigih. Buktinya, ia tak jua menyerah ketika kita menolaknya, bukan? Agar mempermudah, biarkan aku bercerita sendiri, perasaan.
Ya, aku dihadapkan dengan orang baru. Sepertinya dia lebih mampu menghargaiku, lebih baik, mungkin. Yah, setidaknya lebih baik dari yang lalu. Dari awal, tentu semua berjalan baik dan sangat mulus. Hubungan apa yang dari awal sudah tak baik? Haha entahlah.
Dari perlakuannya, sejauh ini memperlihatkan bahwa dia menyayangiku. Aku harap ini bukan mimpi. Karena aku terlalu lelah untuk menangis atau bahkan menjadi lembek. Aku muak harus mengiris - iris perasaanku demi orang yang bahkan tak perduli dengan keinginanku, atau tak ada sedikitpun usaha untuk memenuhi keinginanku. Aku harap dia yang baru tak seperti itu, semoga saja.
Mungkin berharap tak cukup. Atau mungkin Tuhan belum mengabulkannya. Dengan orang yang dari luar terlihat baik seperti inipun, aku tetap saja harus mengiris hati. Menahan dan membiarkannya meledak didalam sendiri. Membiarkan pesakitan menjalar hingga keujung relung tubuh. Aku bahkan dituntut untuk tetap ini dan itu. Aku telah mencoba menyuarakan inginku, yang bahkan mungkin sekedar untuk kebaikannya. Tapi entahlah, ini seperti terabaikan. Atau tak terindahkan. Lagi - lagi, bahkan hampir setiap harinya aku harus begini. Memotong tipis perasanku secara perlahan, melahirkan isakkan yang terelakkan setiap harinya. Memuakkan. Bahkan aku hampir tak mengenali diriku sendiri yang terus saja menangis tak hentinya setiap hari. Terus saja mengalah demi sesuatu yang bahkan tak sudi mengalah untukknya. Mungkin zat yang terlihat baik dari luar itu mempunyai segumpal ego yang memenuhi isi perasaannya hingga tak dapat celah kecilpun untuk kumasuki dan kutiup dengan angan - angan positif. Tak bisa, tetap tak bisa.
Padahal dulu aku pernah mengalah akannya, membumi hanguskan prinsipku deminya, demi dia yang kini bahkan tak melakukan usaha sedikitpun untuk mauku. Mungkin ini jalanku, mungkin ini yang harus tetap kujalani. Entah sampai kapan, jika ini tak jua berakhir, aku harap ini mampu buatku terus jadi kuat, dan semakin kuat, setiap harinya :))
Tidak ada komentar:
Posting Komentar