Salam. Mungkin ini tulisan terakhir tentangmu secara berturut. Sesuatu menyebabkan semuanya. Bukan sesuatu. Tapi kau sendiri. Semua kau rancang begitu hinanya. Entahlah, otak memerintah tubuh serta hati untuk membenci. Aku rasa itu memang yang terbaik.
Kau tahu, penghianatan adalah hal terpicik setelah kemunafikan. Kau melakukannya. Aku memaafkannya. Membuat semua keadaan tetap biasa. Aku. Selalu aku. Menyiram tanaman bunga berduri yang kapan saja dapat menusukku. Merawatnya hingga selalu terlihat segar. Melindunginya agar tetap dalam keadaan yang sama. Kau. Selalu kau. Datang bawakan tuba, siramkan nestapa, tinggalkan lara. Dan lebih menyeramkan, kau melenggang tanpa rasa bersalah. Entahlah, mungkin cara pandangku yang salah? Jadikan benci sebagai jalan bukan setapak putih, memang. Namun aku tak perduli. Tumpahkan tinta busuk penuh lara disekujur tubuhku, pernahkah datang untuk beri peduli? Tidak. Dan biarkan benci memudar, aku tak ingin menaruh merahku. Aku ingin benar - benar beranjak, selamat tinggal. Salam, dari aku yang sempat begitu candu penghianatanmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar