Aku bertanya, karena aku tak tahu jawabannya. Terang saja, kau menghilang lantas pergi begitu saja tanpa bekas. Tak ada penutup perpisahan seperti yang tersirat janji. Entah apa yang nikmat dari bayangmu dan angan tentangmu yang tak pernah bosan kucumbu setiap waktu, setiap detik hembus nafasku. Aku sama sekali tak mengerti.
Raut muka mu itu angkuh, brengsek. Sebenarnya cocok dengan apa yang kau lakukan. Entah mengapa, mungkin kau terlalu brengsek hingga sulit kulupakan, kubuang kenangannya. Kita cukup singkat bukan? Dua bulan. Dimulai dari kau yang tak jelas tiba - tiba datang di daftar obrolanku. Entah kenapa aku tidak mengerti kau membuat mataku yang rentan dengan jam malam mampu melawan. Kau. Sekali lagi, kau. Si Muka Brengsek.
Dia selalu datang, mengusap air mataku, mencoba segenap jiwa raganya membuat aku tertawa atau bahagia. Dan aku tak kunjung bisa memberikan hati kepadanya, meskipun ia tak juga bosan menerima penolakan yang aku utarakan.
Kau selalu pergi, menjadi sebab air mataku, membuat semua terlihat menyedihkan dan menyesakkan. Dan dengan mudahnya aku menjatuhkan hati ku untukmu. Bahkan pengungkapan yang kau utarakan tempo hari tak menunjukkan keseriusan yang bisa kubaca.
Kalian bersahabat, bukan? Alasanmu yang kau gunakan karena kau adalah pecandu permainan di gadget-mu. Tapi mengapa dia bisa memperlakukan semua seperti yang seharusnya? Ya, yang seharusnya. Seharusnya kau lakukan, brengsek.
Aku kinipun kurang mengerti, apa aku salah bersama dia yang notabene sahabatmu? Namun sebelumnya ku sarankan agar kau berpikir bagaimana kau menempatkan wanita lain untuk berada diposisiku dengan alasan yang kau tulis dipesan singkatmu:
Kau bisa dapat yang lebih baik. Maaf mengecewakan kamu, aku tak mau hubungan kita jadi makin buruk.
Pecundang, kau hanya bisa lari dan bersembunyi. Selamat tinggal! :-)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar