Pasti, tenanglah.

Aku bahkan kini lebih bahagia. Walau jutaan kepercayaan telah terhempas berulang kali, aku bisa jadi diriku sendiri. Aku tak lagi perlu berpura - pura menteaterkan sesuatu yang terdengar bodoh dan konyol. Semua telah berlalu, aku yang kini. Tak lagi harus menyayat hatiku dengan belati bergerigi tuba yang mana kesakitannya kuteguk, seakan wajib aku nikmati. Setiap detiknya, aku harus merelakan jiwaku tergagahi oleh "keharusan" yang pada dasarnya menuntunku kearah yang lebih kelam dari sebelumnya. Aku, dan milyaran sel ditubuhku mengaku. Dan kini, seakan aku ditampar jauh dari kenyataan. Diseret untuk menontoni aksiku beberapa waktu yang lalu. Demi hujan panas yang kadang turun, itu lebih dari menjijikkan. Aku ternyata memperjuangkan sesuatu yang, astaga. Aku kehabisan kata untuk mendefinisikannya. Persetanlah dengan hal itu, aku tidak lagi disana. Aku benci ketika orang masih saja mengungkit dan menghakimiku atas itu, masalaluku. Aku tak lagi berada disana. Dulu mungkin aku kehilangan arah. Tapi kini. Aku telah menemukan jalanku, arah yang lebih terang dan baik.

Dan untuk siapapun, yang kini hatinya tak dalam pelukan kebahagiaan. Tenanglah, tak perlu kau sibuk merutuki ketidakbahagiaanmu itu. Tak perlu kau menghinanya. Apalagi hingga repot - repot mendaki kebahagiaan orang lain. Lantas kau merebutnya. Itu lucu. Siapapun yang berotak akan menganggap itu lucu. Karena kepanikan atas dirimu sendiri, kau malah menghancurkan sesuatu yang disusun rapi oleh orang lain. Mungkin kini kau merasakan manisnya atas "usaha" mendaki kebahagianmu itu. Tak perlu khawatir. Cepat atau lambat, jam akan terus berdetak. Dimana "ia" sampai ketujuannya.

2 komentar: