Maybe they called this "unfair"
Perkenalkan aku adalah sang senja kusam yang mungkin sebentar lagi mati. Kau tahu rasanya tidak? Saat ragamu sudah setengah tak bernyawa. Saat rohmu telah sampai di perutmu. Dan bagian perut sampai ujung kakimu tak dapat lagi kau rasakan nyatanya. Dan disaat itu pula, semua perlahan seakan mendekat. Kenapa aku katakan seakan mendekat? Dikarenakan mereka hanya berpura – pura! Tidak, bukan mereka yang berpura – pura. Tapi kenyataan yang menteaterkan semua itu terasa menyentuh semu. Bayangkan, apa yang kau fikirkan ketika kau telah membeli sebatang es krim yang sangat kau idamkan di hari terik menjilat kulitmu tanpa ampun, dengan perjuangan berat mengumpulkan koin demi koin agar mencukupi harga es tersebut. Dan pada akhirnya, kau hanya mampu memperhatikan es krim tersebut dimakan oleh mereka yang dalam konteks “menemukan terlebih dahulu”. Laknat! Apa maksudnya? Apa dunia sehitam putih itu? Apa aku memang ditakdirkan menjadi kerdil yang selalu mengalah dengan mereka yang dicap tersebut? Whoaa. Ternyata ini alasan mereka untuk mengatakan hidup tak adil. Oh, jadi ini yang mereka sebut lelah? Dan tak mungkin aku terus maju diantara rajaman pisau yang terus ditancapkan ke punggungku. Rasanya memang tak berapa sakit. Tapi kau tahukah? Siapa mereka yang menusuk pisau karat itu? Mereka. Yang bersayap indah dan bersarang dalam gelap hina. Aku memang mencintai kesepian. Tapi kau tahu? Aku seperti terkurung. Aku mempunyai dua sisi berbeda. Semua orang memilikinya. Tak denganku, mungkin lebih dari dua? Persetan. Aku kadang telah bingung. Aneh. Aku muak. Tiduri saja gorden jendela kamarmu yang terus saja menari menggoda. Aku tak tertarik. Kenapa semua orang begitu serakah? Dan aku? Bertampang serakah berisi nelangsa. Miris . Hah. Bahkan akupun lelah.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar