Waitting

Ya, kembali lagi aku akan menceritakan kisah kisah pilu bernyanyi simfoni hitam yang menggelapkan semesta jiwa. Pernah tidak, kau rasakan hangatnya mentari yang awalnya kau rasakan nikmat lama kelamaan membakar tubuhmu perlahan? ya, itu juga yang aku rasakan ketika kau menyuntikkan benih - benih yang seharusnya menumbuhkan desa yang permai di kalbuku. namun mengapa ini tidak? Aku menunggu sesuatu yang tak dapat aku sentuh, aku menunggu ketidakpastian yang engkau janjikan dalam balutan benang benang lembut bertasbihkan harapku. Aku menunggumu. Masih menunggumu, bila boleh aku bertanya, sampai kapan harus menunggu, mungkin kini aku sudah tak lagi disini. Aku mungkin telah terbang jauh menembus awan temui yang tak aku gapai dalam buaian siang malam yang engkau dendangkan. Engkau tak pernah tau apa rasanya ini. engkau bahkan tak pernah berfikir ini rasanya apa. Karena engkau tak lah sepertiku, yang dilumpuhkan oleh sebuah rasa yang setiap harinya, setiap waktunya, membunuh ketegaran jiwaku. Kau tau lelahnya akuharus berbohong dengan asasiku. Lemahnya pelupuk mata ini sehingga tak mampu menahan sesuatu hal, bahkan sekedar tetesan air! mampu menerobos kuatnya pertahanan itu. dan kau lihat? Dalam deraian butiran butiran yang tersirat dalam tiap hembusan nafas ini seakan menghina setiap langkah yang aku hentakkan. Perih rasanya!! Yang lebih perih ketika engkau mulai meninggalkan semua itu tanpa rasa bersalah. tanpa ekspresi ketakutan di wajahmu. Tak adakah neraka bagimu? Selalu tersediakah syurga untukmu? Apakah menyakiti bagimu adalah hal yang wajar? Pertanyaan ini, sampai kapanpun akan aku tunggu jawabnya. akan aku nanti setiap kata yang tercipta dari tarian indera pengecapmu. Sampai kapan pun itu, aku terus menunggu. Walau detakan yang selalu berkumandang di balik tirai kulitku ini tak lagi bersuara. Aku akan tetap menunggu, selama apapun itu ..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar