Kalau saja kamu peka, apa aku masih seberharap ini?
Aku juga tak pernah tahu. Karena kamu tak juga kunjung peka, menurutku. Mungkin kamu peka, namun kamu lebih senang untuk memendamnya. Membuatnya menjadi bola lantas kamu jadikan teman sepermainan seharimu.
Teruntuk kamu, seharusnya kamu sadar yang kamu hadapi dan coba kelabui bukan anak ingusan lagi. Kamu harus sadar bahwa kita sebaya, memiliki pemikiran yang bisa dikatakan sejalan. Kita memandang masa depan, kan? Namun tak jarang dari kalangan kita yang masih nyaman melihat kebelakang. Alasan yang dipakai untuk tetap melihat kebelakang itu lumayan banyak. Ada yang beranggapan bahwa masa lalu menorehkan kenangan yang lebih manis dari yang sedang dijalankan sekarang. Mungkin termasuk aku. Jika aku tak terus saja melihat kebelakang, rasanya ini tak mungkin terjadi atau tertulis. Aku pun kurang mengerti apa lagi yang kuharapkan setelah penghianatan yang telah dilakukan. Bagaimana bisa hatiku mensikronisasikan pada otak lalu meneruskannya ke segenap tubuhku bahwa hal itu dapat diabaikan dan aku masih diperbolehkan memujamu kembali. Persetan dengan cinta, lawakan macam apa ini. Dan kembali lagi. Perlukah kuhitung berapa kali kutangkap tatapanmu mencari seseorang, namun ketika berpapasan denganku langsung kau buang? Bisakah kau jelaskan siapa yang kau cari dan terus kau cari hampir setiap harinya dalam ruang kelasku? Apakah kau ingin menyebutkan nama sahabatmu? Namun tentunya kau tahu, sahabatmu yang sering kau datangi itu tidak didekat tempatku berada. Sahabatmu berada dekat dengan pintu. Sekedar informasi untukmu, apabila kau mencarinya, kau tak perlu repot - repot mencarinya kesana kemari. Sahabatmu tidak pernah berpindah dari tempat duduknya. Aku? Iya. Namun apa kau mencariku? Mencari aku yang telah kau sampingkan untuk yang lainnya? Bukan begitu, kan? Semoga kamu selalu dalam lindungan Tuhanmu :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar